Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Penyelewengan Dana ACT; antara ACT, Tempo dan Netizen

Penyelewengan Dana ACT; antara ACT, Tempo dan Netizen 

Oleh : Surya Kresnanda

Ini kan isunya penyelewengan dana umat ya?
Saya setuju untuk ditindak, jika memang benar ada penyelewengan.

JIKA BENAR ADA PENYELEWENGAN ya...

Tapi kalo langsung menyimpulkan bahwa terjadi penyelewengan hanya karena lihat angka gaji petingginya, ya g*bl*k jugak.

Mari kita dudukkan bareng beda antara organisasi profit dan non-profit. Perbedaan utamanya adalah, kemana keuntungannya mengalir. Organisasi profit, keuntungan masuk kantong pemilik. Organisasi non-profit, keuntungan diputar lagi di organisasi itu.

Nah, komponen gaji itu beda. Gaji adalah operasional. Dari segi operasional, mestinya gak beda antara profit dan non-profit, sama2 musti dikelola profesional. Salah satunya ya juga nge-gaji profesional.

Soal gaji profesional, gaji puluhan ampe ratusan juta utk level tinggi di organisasi besar skala internasional itu, nggak aneh kok. Asal memang kerjanya bener, kompeten.

"Tapi kan ini non-profit!"... Ingat, kita bicara komponen gaji, ini operasional, dan profit ataupun non-profit, operasional tetep kudu profesional. Gak beda. Tinggal milih mau dipimpin ama orang sekualitas apa? Ada kualitas, ada harga yang dibayar.

Kadang bias juga memandang gaji dari sudut pandang luar yang gak ngerti pekerjaan penerimanya. Misal, sebagai Pelatih, orang suka ngomong, "Sur, enak ya... Kamu ngomong doang, dibayarnya gede..." Yaaaa di mata dia yang ga ngerti prosesnya, keliatan ngomong doang. Dia gak tahu bahwa segala yang terlihat menuntut banyak hal untuk mendukung, dan itu gak sederhana, butuh kompetensi khusus serta mendalam.

Jadi ngeliat petinggi organisasi besar bergaji ampe ratus juta, jangan sampe mikir kayak staff ngeliat gaji direktur 30 kali lipat gaji pribadinya terus ngomong, "Enak ya direktur, nyuruh2 doang gaji gede, saya yang capek di lapangan, gaji segini aja."

Trus ada yang nambahin...
"Nggak pantes lah kerja di lembaga sosial gaji segitu... Kayak gak ikhlas aja..."

Ya ini pemahaman ikhlasnya gak bener berarti. Orang justru kerja ikhlas kalo dibayar sesuai yang pantas dengan kompetensi dan pengalaman serta cakupan tanggung jawabnya.

Mengenai gaya hidup, fasilitas kendaraan, dll. Itu sih makin ga nyambung kalo dicampur2 ama bahasan ini. Emang pinter2nya media sih. Emang para milyarder, mau nyumbang ke lembaga amal yang amil zakatnya datang pake kaos oblong, naik motor, dan bawa kotak amal dari kayu? Ada sih yang mau. Tapi akan nyumbang berapa? Ya tetep kita idup di negeri yang penampilan itu penting, meski untuk tujuan kebaikan sekalipun.

Saya gak bela ACT. Saya juga ga nyumbang dana ke sana kok. Ga ada temen atau kolega di sana. Sekali lagi saya setuju ACT diperiksa (tentu berlaku untuk lembaga amal lain), dan lakukan tindakan tegas kalo ada penyelewengan.

Kan ada tuh aturan dari MUI, sekian persen dana umat memang boleh dipake operasional. Dan itu sah. Kita tunggu aja ACT membuka laporan keuangan, atau di-audit, kalo memang angka operasional segala macam belum melebihi batas, ya masih gak papa. Setahu saya, dana yang masuk ACT emang gede. Tapi kalo melebihi, ya ACT kudu benahi, hitung lagi. Kalo ada sanksi, musti dijalani.

Cuman kalo menghakimi dengan 'penyelewengan dana' hanya dari angka gaji, sekali lagi, itu g*bl*k.

Apalagi kalo ditambahi bumbu tendensi pertentangan antara rakyat jelata dan kehidupan kaum borjuis. Kalo mau gitu, yang disorot mustinya ya wakil rakyat dong 🤭*eh

Udah ah.... Lanjut Ngopi

Posting Komentar untuk "Penyelewengan Dana ACT; antara ACT, Tempo dan Netizen "