Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pengalaman Membeli Rumah di Usia Muda, Part 1

Pengalaman Membeli Rumah di Usia Muda, itulah cerita yang ingin saya bagikan kali ini. Membeli rumah di usia muda, mungkin ini adalah impian jutaan anak muda Indonesia saat ini. Impian serupa juga pernah saya ucapkan kala saya masih kuliah dulu, tahun 1997-1999. Sebelum saya memasuki fase baru dalam hidup saya. Fase dimana saya harus menjadi tulang punggung ekonomi keluarga. Mengambil alih tanggung jawab membesarkan dan mensekolahkan diri sendiri dan dua adik kandung.

 Pengalaman Membeli Rumah di Usia Muda

Memilih menikah pada usia 27 tahun, sejak itu pulalah saya berjuang agar segera memiliki rumah sendiri, memiliki rumah di usia muda. Sebelum menikah, saya sudah memutuskan untuk mengontrak rumah bersama dengan adik-adik. Alhamdulillah, istri berkenan diajak hidup di rumah kontrakan sederhana. Dari sanalah kami berjuang untuk mewujudkan mimpi kami, target kami sebelum usia pernikahan masuk 10 tahun kami sudah harus punya rumah sendiri. Alhamdulillah mimpi itu terwujud di tahun 2016, di 9 tahun usia pernikahan kami. Seperti apa kami mewujudkan mimpi itu; yuk disimak.

Persiapan Membeli Rumah Pada Usia Muda

Sesungguhnya tidak ada sih persiapan khusus untuk itu, belum ada juga guru, mentor atau trainer yang pernah mengajarkan ini. Jadi apa yang saya tulis ini, murni pengalaman saya dan istri, tentu saja kondisi kami bisa jadi tidak sama dengan kondisi para pembaca sekalian, tapi bolehlah dijadikan rujukan.

  1. Tentukan dulu, Anda nantinya mau punya rumah di daerah mana. 

    Pernah dengar istilah fokus atau petuah "tunjuklah satu bintang dan capailah". Inilah dasar saya saat ingin beli rumah dulu. Diawal saya dan istri sepakati dulu, nantinya kami beli rumah dimana, di daerah mana. Dengan menentukannya, maka area untuk cari-cari informasipun juga menjadi terfokus kesana, tidak terpecah ke tempat lain. 

    Setelah menetapkan bahwa kami ingin memiliki rumah di daerah Piyungan Bantul Yogyakarta, maka semua energi dan jaringan kami maksimalkan fokus kesana, tidak lagi ke tempat lain. Dalam setiap aktifitas dan doa kami, rumah di daerah Piyungan selalu menjadi doa yang konsisten kami mohonkan pada Ilahi Rabbi. Setiap lewat daerah Piyungan, diatas kendaraan kami membaca shalawat, bermunajab, membayangkan diri kami sedang wira-wiri di daerah Piyungan.

    Sesekali kami datangi objek wisata di daerah Piyungan, lalu membayangkan kelak kami beserta anak-anak kami akan jalan-jalan kesana dengan bersepeda ria. Sengaja kami datangi lapangan sepakbola, lalu membayangkan saya sedang mengantarkan anak saya untuk bermain bola disana. Sesekali saya ajak istri untuk sengaja berbelanja di pasar tradisional di area Piyungan, semata ingin merasakan atmosfir Piyungan hadir dalam diri kami. Demikian juga dengan sengaja mampir shalat 5 waktu, sengaja datang untuk jumatan termasuk shalat tarawih. Kami mendoktrin diri, bahwa kami adalah warga Piyungan.

  2. Ngongtrak Rumahlah dekat Area situ 

    Agar semua agenda untuk meresapi atmosfir daerah Piyungan tadi dapat terwujud dengan mudah. Maka sebelum membeli tanah, kami putuskan untuk mencari kontrakan juga di daerah Piyungan. Selain untuk memudahkan meresapi atmosfir Piyungan, kehadiran kami di Piyungan juga memudahkan kami mendapatkan informasi tentang tanah yang dijual dari para member RCTI (rombongan calo tanah Indonesia), sekaligus memudahkan kami mencari informasi pembanding tentang tanah tersebut. Memudahkan kami untuk paham peta jalanan, beserta asal usul dari tanah tersebut.

    Hari ini, jika Anda tidak hati-hati dalam mencari info tanah. Bisa runyam di kemudian hari, tanah yang bermasalah dengan hak warisnya, tanah yang ternyata adalah jalur hijau, tanah yang dulunya mungkin bekas kolam ikan atau kolam perajian batu bata merah, tentu informasi ini penting. Belum lagi masalah air tanah dan lainnya.

  3. Menabunglah dengan Cerdas, Jangan Ngutang Bank

    Menabung untuk membeli rumah, sebaiknya dimulai saat masih bujang, bukan dimulai setelah menikah. Akan lebih susah Mas Bro, Mbak Sis. Saat masih bujang, sesungguhnya adalah masa paling enak buat menghemat pengeluaran, belum ada tanggungan. Uangnya ditabung dengan cara beli emas batangan, mulailah dari gram paling kecil. Terkumpul banyak tukarkan dengan gram yang lebih besar.

    Harga emas memang naik turun, tapi tidaklah signifikan. Menabung emas bukanlah untuk investasi, melainkan untuk mengamankan kekayaan. Emas yang terkumpul nanti bisa ditukarkan dengan tanah yang dibeli, atau emasnya diuangkan dulu, lalu dipakai untuk membayar tanah yang dibeli.

    Dosen Jualan sendiri, lebih memilih uangnya langsung dibelikan perkakas rumah tangga. Terutama meubel, seperti dipan, lemari, meja kursi dan lainnya. Termasuk perlengkapan dapur, seperti mesin cuci, piring dan sejenisnya. Agar saat berumah tangga nanti, tidak perlu lagi membeli. Uang yang ada bisa untuk yang lain.

  4. Agendakan Hunting Tanah

    Kata bijak pandai dan para cerdik cendikia, membeli tanah itu bukan semata faktor harga yang cocok. Tapi lebih ke faktor jodoh, kalau memang sudah jodohnya, pasti akan ketemu. Antara pemilik tanah dan yang akan membelinya. Proses ketemunya pasti akan mudah, proses transaksinya juga akan mudah.

    Dosen Jualan juga mengalami hal yang sama. Begitu ketemu dengan tanah yang cocok, alhamdulillah semua berjalan lancar. Untuk ketemu tanah yang cocok inilah, dibutuhkan waktu yang panjang. Butuh ketemu dengan banyak calo dan pemilik tanah, butuh hunting sana sini. Cari info sana sini, masuk keluar kampung dilakukan minimal 2 kali tiap bulannya. Dilakukan di pagi hari di hari Ahad yang hawanya sejuk. Jadi, kalau mau dapat tanah yang jodoh, carilah mereka berkali-kali, berulang-ulang dan tak kenal menyerah.

Bersambung ke Part 2 yah 

Dibagian kedua nanti, Dosen Jualan membocorkan rencananya untuk beli rumah murah di Malang.

Posting Komentar untuk "Pengalaman Membeli Rumah di Usia Muda, Part 1"